Memaafkan Itu Berat, Jangan Gampang Minta Maaf

Date:

Ilustrasi
Seorang anak binaan permasyarakatan dirangkul petugas saat menangis karena teringat keluarganya di sela peringatan Hari Anak Nasional yang digelar Kanwil Kemenkumham Kalbar di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Selasa (23/7/2024). Kemenkumham memberikan remisi kepada 32 dari 107 anak binaan permasyarakatan di LPKA se-Kalimantan Barat dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional. ANTARA FOTO/Jessica Wuysang/tom.

Heboh, Presiden Jokowi minta maaf ke rakyat Indonesia saat menghadiri acara Zikir dan Doa Kebangsaan menjelang HUT ke-79 RI di halaman Istana Merdeka. Sebagai rakyat Indonesia, kalian memaafkan?

Semua orang Indonesia yang beragama pasti memahami bahwa memaafkan itu suatu bentuk perbuatan yang mulia. Di salah satu ajaran agama pun, disarankan untuk mudah memaafkan karena pahalanya tidak terbatas. Di banyak literatur, memaafkan dianggap sebagai orang yang kuat. Anne Lamott mengatakan, “Tidak memaafkan itu seperti meminum racun tikus dan kemudian menunggu tikus itu mati.”

Dulu kala saya punya teman yang cukup akrab. Dia selain pintar, populer juga punya integritas yang tinggi. Namun karena suatu hal, keakraban dan kekaguman yang telah terbangun sejak lama itu hancur berkeping-keping. Dia telah melakukan kesalahan berat yang membuat saya kesal, marah dan kecewa. Saya syok dan tidak bisa langsung memaafkannya.

Perlu waktu lama, sekitar 10 tahun untuk bisa memaafkannya. Pengkhianatan itu membuat perasaan kacau, sampai-sampai makan tidak bergairah, tidur pun tidak bisa “deep sleep”. Meskipun sudah mencoba staycation di hotel favorit. Efeknya perkerjaan kantor agak terganggu, sampai perlu mengambil cuti 7 hari buat healing-healing. Terlalu sulit untuk menerima rasa sakit itu. Namun dengan seiring berjalannya waktu, saya bisa menerima rasa sakit dan berusaha untuk tidak menyangkal apa yang saya rasakan.

Pelan-pelan saya mulai mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi dengan bertanya-tanya pada diri sendiri, mengapa dia bisa melakukan ini, padahal image dia di luar sangat bagus. Dilihat dari sisi mana pun, dia tampak bukan orang dengan type pengkhianat. Kalau tidak mengalami sendiri, tak akan ada yang percaya dia sebenarnya seperti apa.

Kesalahan ini mungkin karena keteledoran saya pribadi. Karena terlalu “terpukau” dengan reputasi dan lainnya, saya tak pernah berpikir buruk sama sekali terhadap dia. Saya tidak jeli melihat hal-hal negatif yang sebenarnya pasti dia punya.

Akibat peristiwa itu, efeknya kemana-mana. Selain saya tidak berkomunikasi lagi dengannya, saya jadi lebih berhati-hati dengan orang-orang setipe dia. Apalagi dengan orang-orang baru yang tampak penuh kebaikan. Kasian mereka sebenarnya, diam-diam juga kena dampak dari apa yang saya alami. Mereka yang sebenarnya orang baik-baik pun jadi korban.

Peristiwa itu agak membuat saya traumatis. Saya lalu mendaftar siapa-siapa saja yang perlu diwaspadai dan kalau perlu di-black list jika sudah melakukan penkhianatan sampai 2 kali.

Namun akhirnya saya menyadari bahwa peristiwa yang sudah terjadi tak akan bisa diubah sama sekali. Saya mulai bisa menerima namun bukan berarti saya setuju dengan kesalahan yang telah dia lakukan. Saya berusaha berdamai dengan kenyataan. Konon menyimpan dendam atau rasa sakit itu hanya akan merugikan diri sendiri.

Menyimpan dendam itu awalnya mungkin terasa membanggakan, namun dalam jangka panjang efeknya lebih buruk dibanding yang kita duga. Tidak bisa memaafkan bisa memicu kecemasan, stress dan depresi. Menyimpan dendam juga bisa membuat orang menjadi uring-uringan, selalu marah-marah oleh hal remeh sehingga bisa memperburuk hubungan dengan orang-orang di sekitarnya. Dan juga bisa mengganggu konsentrasi, kurang fokus pada pekerjaan.

Efek negatifnya ke fisik juga ada, diantaranya bisa meningkatkan tekanan darah tinggi, melemahkan kekebalan tubuh sehingga mudah terserang penyakit, dan bisa juga berakibat lambung terganggu dan kurang tidur. Untung saya tak sampai menarik diri dari pergaulan dan networking.

Meskipun pengkhianatan itu telah merusak kebahagiaan yang sebelumnya saya jalani. Juga membuat saya terlalu fokus pada masa lalu sehingga enggan belajar hal-hal baru. Selain itu menyimpan dendam membutuhkan banyak energi mental dan emosional yang sebenarnya bisa digunakan untuk hal-hal yang lebih produktif.

Jadi ya sudahlah.

Daripada memperparah keadaan diri sendiri, akhirnya saya berisiap-siap memaafkan secara diam-diam. Namun tak akan pernah melupakan. Pengkhianatan itu seperti luka bacok, meskipun sudah sembuh bekasnya masih ada kalau tidak operasi plastik Korea.

Memberi maaf dalam konteks personal lebih sederhana, karena hanya melibatkan dua orang. Bagaimana kalau yang minta maaf itu seorang presiden atau kepala kepada rakyatnya yang jumlahnya lebih dari 200 juta?

Permintaan pak Presiden di Istana adalah hal yang biasa saja. Siapapun yang akan mengakhiri kekuasaan pasti akan pamit dan minta maaf. Sebuah formalitas yang akan dilakukan siapapun di level manapun. Seperti ucapan salam kepada audiens di sebuah acara.

“Dengan segenap kesungguhan dan kerendahan hati, izinkanlah saya dan Kiai Haji Ma’ruf Amin ingin memohon maaf yang sedalam-dalamnya atas segala salah dan khilaf selama ini. Khususnya selama kami berdua menjalankan amanah sebagai Presiden Republik Indonesia dan sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia.”

Pak Presiden tidak menyebutkan secara spesifik mengakui kesalahan yang mana (saja) yang pernah dilakukan terhadap rakyat Indonesia.
Permintaan maaf dari seorang pemimpin biasanya muncul ketika ada kegagalan kebijakan, skandal, atau keputusan yang berdampak negatif terhadap rakyat Indonesia.

Permintaan maaf yang sebenarnya tidak hanya melibatkan pengakuan atas kesalahan, tetapi juga menunjukkan komitmen untuk memperbaiki keadaan dan memulihkan kepercayaan rakyat.

Seperti yang terjadi di Jepang pada tahun 2011. Gempa bumi dan tsunami dahsyat menghantam Jepang dan menyebabkan krisis nuklir di Fukushima. Pemerintah Jepang, khususnya Perdana Menteri saat itu, Naoto Kan, menghadapi kritik tajam atas penanganan krisis tersebut.

Dalam sebuah konferensi pers, Naoto Kan meminta maaf kepada rakyat Jepang atas kesalahan pemerintah dalam menangani situasi tersebut. Permintaan maaf ini bukan hanya sekedar formalitas, tetapi juga langkah penting dalam menunjukkan tanggung jawab dan empati terhadap penderitaan rakyat.

Namun, permintaan maaf saja tidak cukup. Rakyat biasanya ingin melihat tindakan nyata yang mengikuti permintaan maaf tersebut. Misalnya, dalam kasus Fukushima, pemerintah Jepang kemudian bekerja keras untuk memperbaiki sistem penanganan bencana, memperketat regulasi keselamatan nuklir, dan memberikan dukungan kepada korban yang terdampak. Ini menunjukkan bahwa permintaan maaf diikuti oleh upaya nyata untuk memperbaiki keadaan dan mencegah kejadian serupa di masa depan.

Endingnya di mengundurkan diri. Saat pengunduran dirinya, Naoto Kan mengatakan, dirinya sudah menempuh semua yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. termasuk diantaranya bencana nuklir reaktor Fukushima.

Bagaimana dengan Pak Presiden Indonesia? Dia minta maaf di ujung jabatannya yang akan berakhir pada Oktober 2024. Apakah permintaan maafnya juga akan diikuti dengan tindakan nyata untuk menunjukkan bahwa dirinya benar-benar minta maaf dengan kerendahan hati dan segenap kesungguhan?

Atau sekadar lamis saja?

Penulis: Karmin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Share post:

Subscribe

spot_imgspot_img

Popular

More like this
Related

Taj Yasin Maimoen Siapkan Rahasia Khusus untuk Hadapi Debat Kedua Pilgub Jateng

Jawa Tengah tengah dipanaskan dengan persiapan ketat dari para...

Pilkada Banjarbaru, Petahana Terancam Diskualifikasi Gara-Gara Hal Ini

Tensi Pilkada Kota Banjarbaru 2024 memuncak dengan isu diskualifikasi...

Cerita Felicia Reporter tvOne Selamat dari Kecelakaan Maut di Tol Pemalang

Mobil yang membawa lima kru tvOne ditabrak oleh sebuah...

Momen Seru dari Debat Pilkada Jateng: Ubah Air Asin, Teknologi Satelit hingga Cagub Salah Sebut Wakilnya

Dalam debat perdana Pilkada Jawa Tengah yang digelar pada...