Dieng Culture Festival (DCF) kembali digelar pada 2024 ini setelah tahun lalu tak dilaksanakan. DCF 2024 bakal digelar tiga hari, selama 23-25 Agustus 2024.
Ada berbagai agenda menarik di DCF. Jazz Atas Awan, penerbangan lampion nan romantic, sendratari, dan yang paling ditunggu, ruwat rambut gembel.
Ruwat rambut gembel adalah ritual pemotongan rambut bocah-bocah istimewa Dieng yang rambutnya tumbuh menggimbal. Ada yang rambut gimbalnya sejumput, ada pula yang lebih merata.
Tradisi ruwat rambut gimbal semula dilakukan perorangan. Tapi kini ruwat rambut gimbal dilakukan bersama dalam gelaran DCF.
Bagi masyarakat Dieng atau yang memiliki garis keturunan Dieng, bocah gembel adalah anak-anak yang istimewa. Mereka merupakan titipan leluhur, yang salah satunya terhubung dengan sosok legenda, Kiai Kolodete.
Ki Kolodete hidup dalam alam pikir masyarakat Dieng dan sekitarnya. Kiai Kolodete begitu dekat, karena hingga kini masih ada anak-anak berambut gimbal.
Pertanyaannya kemudian, siapa sosok Kiai Kolodete?
Sosok Kiai Kolodete
Tokoh Kolodete masih menjadi misteri yang belum terkuak seutuhnya sampai saat ini. Dipercaya masyarakat, Kolodete, yang juga kerap disebut dengan Kiai Kolodete -menunjukkan penghomatan- ialah nenek moyang para anak berambut gimbal di Dieng dan sekitarnya.
Di sisi lain, ruwat pemotongan rambut gimbal saat ini menjadi atraksi wisata yang menarik minat wisatawan ke Dieng dengan gelaran Dieng Culture Festival setiap tahun.
Hal menarik itu diwebinarkan secara daring oleh Komunitas Kolodete, Jumat malam (9/8/2024) lalu.
Hadir sebagai narasumber Ketua MGMP Sejarah SMA Provinsi Jawa Tengah Rinto Budi Santosa yang juga guru sejarah SMAN 1 Sapuran Wonosobo. Dalam kegiatan yang tidak kurang diikuti 55 peserta itu, Rinto mengungkapkan Kolodete memiliki beberapa versi keberadaannya
“Ada versi Hindu dan juga Islam. Tapi pada intinya semua mengacu bahwa Kolodete termasuk pendiri awal Wonosobo dan yang paling menarik tentu saja ia adalah moyang dari anak-anak berambut gimbal,” jelas Rinto.
Keberadaan anak rambut gimbal, tambah Rinto, diyakini oleh sumpah yang diucapkan Kolodete. “Kolodete bersumpah bahwa sebelum masyarakat Dieng sejahtera, maka akan ada anak yang berambut gimbal,” tambah Rinto.
Kemunculan Bocah Rambut Gimbal
Terkait dengan permintaan anak-anak berambut gimbal saat akan diruwat dan dipotong rambutnya, Rinto mengungkapkan dari penelitiannya tidak ada permintaan yang memberatkan orang tua.
“Permintaan mereka diyakini dari gembelnya, sehingga dipengaruhi seperti apapun anak berambut gimbal akan konsisten meminta sesuatu yang sederhana. Ada yang minta kambing, tempe kemul bahkan ada yang meminta kentutnya kepala desa. Tidak ada yang meminta benda dengan harga yang sangat mahal seperti motor atau mobil,” jelas Rinto.
Selain narasumber, juga beberapa peserta yang anaknya berambut gimbal memberikan testimoni. Misalnya Heri Susanti.
Dua anak Susanti berambut gimbal meskipun dirinya berasal dari Jawa Timur. Belakangan diketahui, leluhur Susanti berasal dari Wonosobo dan berambut gimbal.
“Dan menariknya, anak saya sembuh tidak dengan ritual larungan seperti di Wonosobo. Bahkan saat itu di Jawa Timur, kami selamati seperti layaknya orang Islam, dibacakan yasin tahlil, lalu permintaan anak kita penuhi, mau apa, potong rambut di mana, alhamdulillah sembuh gimbalnya,” kenang Heri.
Ketua Komunitas Kolodete Sugiono Wonodipuro mengungkapkan webinar ini diselenggarakan dalam rangka menyambut Dieng Culture Festival yang akan digelar akhir Agustus tahun ini, dengan harapan memperkaya pengetahuan kebudayaan.
“Harapan kami masyarakat jadi lebih tahu tentang budaya Wonosobo, dan juga bagi guru sejarah ini dapat dijadikan bahan untuk pembelajaran siswa. Kami sangat berharap juga wisatawan bisa datang langsung ke Dieng untuk melihat anak-anak berambut gimbal saat prosesi ruwat,” harap Sugiono.
Tradisi Ruwat Gimbal Dieng dalam Balutan Storynomics Tourism
Melansir laman Kemenparekraf, daya tarik kawasan Dieng tidak hanya karena keindahan alam yang ditawarkan saja. Namun juga berkat adanya festival budaya yang diselenggarakan setiap tahunnya, yakni Dieng Culture Festival.
Banyak daya tarik Dieng Culture Festival 2024 yang sukses menarik kunjungan wisatawan. Mulai dari pertunjukan seni budaya, pameran produk ekonomi kreatif lokal, berbagai kegiatan wisata, hingga tradisi atau ritual budaya “Ruwat Gimbal” yang dilakukan masyarakat Dataran Tinggi Dieng.
Apa Itu Ruwat Gimbal di Dieng?
Ruwat Gimbal atau ritual potong gimbal adalah tradisi pemotongan rambut pada anak-anak berambut gimbal yang ada di Dataran Tinggi Dieng. Hal ini pun bisa menjadi salah satu daya tarik storynomics tourism dari Dieng. Berdasarkan legenda, masyarakat Dieng percaya jika anak gimbal laki-laki adalah titisan Kiai Kolodete, sedangkan anak gimbal perempuan merupakan titisan Nini Ronce Kala Prenye.
Selain itu, storynomics tourism dari legenda lain yang berkembang mengungkapkan bahwa rambut gimbal tersebut berasal dari Nyai Ratu Selatan atau Nyai Roro Kidul yang dititipkan kepada Kiai Kolodete. Itu mengapa, rambut gimbal tersebut harus dikembalikan ke Nyai Roro Kidul melalui proses pemotongan rambut alias Ruwat Gimbal ini.
Namun, di balik storynomics tourism yang masih dipercaya hingga saat ini tersebut, masyarakat lokal Dieng turut meyakini bahwa Ruwat Gimbal dilakukan untuk membuang hal buruk yang akan alami oleh sang anak karena memiliki rambut gimbal.
Meski terkadang membawa berkah yang luar biasa, ada kalanya anak berambut gimbal cenderung lebih rewel, usil, dan nakal. Bahkan, saat rambut gimbal mulai tumbuh, anak-anak tersebut jadi lebih sering sakit.
Hal inilah yang akhirnya mengharuskan anak-anak berambut gimbal di Dataran Tinggi Dieng melakukan Ruwat Gimbal. Tapi, kegiatan potong rambut ini tidak boleh dilakukan sembarangan.
Orang tua sang anak gimbal harus menuruti dan memenuhi permintaan dari sang anak sebelum mencukur rambut gimbal tersebut. Hal ini dilakukan agar ritual tersebut berhasil sepenuhnya, sehingga rambut anak tidak kembali gimbal.
Penulis: Mikail Dzan


