Angin segar demokrasi berhembus setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan soal syarat ambang batas sebagai syarat turut serta dalam pemilihan kepada daerah gubernur dan wakilnya, wali kota dan wakilnya, serta bupati dan wakilnya, Selasa (20/8/2024). Namun ada kekhawatiran angin segar tersebut tidak akan berlangsung lama, sebab DPR melalui Badan Legislasi-nya dikabarkan akan menganulir putusan MK tersebut melalui pembahasan RUU Pilkada.
Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif Deddy Sitorus yang juga legislator di Komisi VI, mengatakan putusan MK kemarin harus disambut baik karena membuka pintu keterlibatan partai nonparlemen dalam Pilkada Serentak.
Namun tiba-tiba DPR langsung secepat kilat menggelar rapat hari ini, Rabu (21/8/2024), membahas perubahan Undang-Undang Pilkada. “Artinya mau memotong putusan MK menjadi tidak berguna, karena mengubah undang-undang,” kata Deddy dalam akun media sosialnya.
Dia mempertanyakan sikap tiba-tiba DPR membahas RUU Pilkada jelang pendaftaran Pilkada 27 Agustus 2024. “Sangat telanjang Baleg bekerja sebagai alat kekuasaan, bukan sebagai alat rakyat. Kita tidak bisa biarkan perilaku seperti ini berkepanjangan,” kata Deddy.
DPR seharusnya sebagai penjaga demokrasi, bukan kaki tangan penguasa melebihi Orde Baru.
Achmad Baidowi atau Awiek, dalam pembukaan rapat kerja Badan Legislasi bersama pemerintah dan DPD yang membahas RUU ttg Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (RUU Pilkada), membantah bahwa pembahasan ini digelar mendadak.
Pembahasan RUU Pilkada yang merupakan inisitif DPR ini sudah dimulai sejak 23 Oktober 2023 dan disahkan di Paripurna DPR pada 21 November 2023.
“Jadi bukan baru kemarin,” kata Awiek, di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
“Tetapi karena menghadapi Pemilu, kita tahu sama tahu, semua sibuk, sempat tertunda. dan ada putusan MK tentang penjadwalan Pilkada yang tidak ditunda lagi,” Awiek melanjutkan.
Awiek mengaku baru kemarin mendapatkan penugasan dari pimpinan DPR untuk membahas RUU Pilkada di tingkat 1.
“Tapi kelanjutan usul inisiatif DPR yang hari ini merupakan kelanjutan di pembahasan tingkat 1,” ujar Awiek.
Dalam tayang di kanal Yiutube Baleg DPR, tampak tidak ada fraksi atau peserta rapat yang keberatan dengan pembahasan RUU Pilkada tersebut. Rapat digelar cepat sekitar 3–35 menit dan berlanjut dengan pembahasan di rapat panitia kerja bersama pemerintah.
Lantas, bagaimana nasib putusan MK kemarin bila ternyata dianulir dalam rapat kilat DPR?


