Pemilihan Gubernur dan Walik Gubernur DKI Jakarta 2024 menjadi salah satu Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang paling disorot. Isunya sama, bagaimana Jakarta setelah tidak menjadi Ibu Kota Negara.
Sosok-sosok bakal calon gubernur dan wakil gubernur lantas muncul dengan ide cemerlangnya. Salah satu yang dianggap cocok jadi Gubernur Jakarta adalah Ridwan Kamil (RK).
Jejaknya di dunia pemerintahan, tata kota dan arsitektur menjadikannya kandidat kuat. Dia punya nilai lebih yang tak dimiliki calon lain.
Apa lacur, RK justru menghadapi gelombang penolakan. Usai organisasi suporter Jakmania menolak menyatakan dukungan, kunjungan RK di beberapa wilayah ditolak warga.
RK punya PR untuk membujuk warga Jakarta untuk menerima dan memilihnya di bilik suara Pilkada, November 2024 mendatang.
Di awal kontestasi, sepertinya RK bakal leading. Sayang, mendekati masa penetapan calon yang dilanjutkan tahapan Pilkada lainnya, RK terseok-seok.
Suara di Jalanan
Seperti Dirangkum Iddb.id dari berbagai sumber, belakangan ini, Jakarta diwarnai oleh sejumlah aksi penolakan terhadap Ridwan Kamil.
Coretan-coretan dengan pesan seperti “Jakarta Anti Ridwan Kamil”, “Jakarta Anti RK”, dan “Jakarta Boikot Ridwan Kamil” menghiasi tembok dan spanduk di berbagai lokasi strategis.
Penolakan ini menimbulkan spekulasi tentang faktor-faktor di baliknya.
Riwayat Penolakan Warga Jakarta ke Calon ‘Luar’
Chusnul Chotimah, seorang pegiat media sosial baru-baru ini mengungkapkan bahwa penolakan terhadap Ridwan Kamil mengingatkan pada pengalaman Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang juga menghadapi situasi serupa pada Pilkada 2017.
Chusnul menilai bahwa tindakan ini mungkin merupakan bentuk karma, mengingat Ridwan Kamil didukung oleh Prabowo Subianto, yang sebelumnya terlibat dalam kontestasi serupa.
“Dulu Ahok juga mengalami situasi seperti ini dari kelompok yang digerakkan oleh Prabowo,” ungkap Chusnul melalui unggahan di akun X-nya pada Minggu (8/9/2024).
Menurut Chusnul, situasi saat ini berbeda. Ridwan Kamil, yang maju dalam Pilkada Jakarta dengan dukungan Prabowo, kini merasakan dampak yang serupa. Chusnul menyebut ini sebagai bentuk karma.
“Sekarang, calon gubernur yang ditugaskan Prabowo menghadapi hal yang sama. Apakah ini karma?” dia melontarkan pertanyaan retoris.
Apabila diamati, maka kondisinya nyaris sama. Meski berbeda faktor penyebab dan siapa yang menggerakkan.
Reaksi Politisi dan Masyarakat
Ahmad Sahroni, politisi dari Partai Nasdem, menilai penolakan tersebut sebagai hal yang wajar dalam kontestasi politik. Menurutnya, upaya pemenangan harus melibatkan pendekatan luas kepada masyarakat dan tidak terfokus pada kelompok tertentu.
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla, menyebut penolakan terhadap calon gubernur sebagai hal yang biasa dalam pemilu. Ia menekankan pentingnya masyarakat Jakarta untuk memilih kandidat yang terbaik, meskipun terdapat pro dan kontra.
“Ya itulah pemilu, pilkada, ada yang pro, ada yang kontra. Itu biasa saja,” ujar Kalla di kediamannya, Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan, Senin (9/9/2024).
Bagi Kalla, pasti ada pihak yang lebih menyukai figur tertentu. Namun di sisi lain, ada juga pendukung Ridwan Kamil yang akan menerimanya. Ia meminta masyarakat Jakarta menimbang-nimbang mana kandidat yang terbaik.
“Ada yang menolak, ada yang menerima, ya jadi pilih yang terbaik saja,” sebutnya.
Kata Budayawan dan Musisi Betawi
Yahya Andi Saputra, seorang budayawan dan sastrawan Betawi, mengkritik pendekatan beberapa pasangan calon dalam memikat pemilih dengan budaya Betawi. Menurutnya, pendekatan tersebut hanya gimik yang bertujuan untuk meningkatkan elektabilitas tanpa benar-benar menghormati dan melestarikan kebudayaan Betawi.
“Pendekatan seperti mengenakan busana Betawi dan adu pantun sering kali tidak sesuai dengan standar kebudayaan kita,” ujarnya.
Yahya juga menilai bahwa banyak kandidat yang menggunakan budaya Betawi untuk kepentingan pribadi mereka, bukan untuk kepentingan masyarakat.
Sementara, musisi Betawi kontemporer, Muhammad Amrullah atau Kojek Betawi, berharap agar calon gubernur terpilih dapat memberikan kontribusi nyata untuk kemajuan masyarakat Betawi, terutama dalam bidang seni dan kebudayaan. Ia menegaskan pentingnya program konkret yang mendukung pengembangan budaya Betawi.
Amrullah juga menyoroti penolakan terhadap Ridwan Kamil yang disebabkan oleh tindakan dan program-program yang dinilai merugikan, seperti komentar negatif terhadap Jakarta dan dukungan terhadap reklamasi.
“Sebagai orang Betawi dan suporter Persija, saya menolak keras Ridwan Kamil jadi gubernur Jakarta,” katanya.
Kontestasi Pilkada Jakarta 2024 menunjukkan dinamika politik yang kompleks, dengan berbagai isu yang mempengaruhi pandangan publik terhadap kandidat. Penolakan terhadap Ridwan Kamil dan kritik terhadap pendekatan budaya dari beberapa pasangan calon mencerminkan ketegangan dan harapan masyarakat Jakarta.
Dalam situasi ini, calon-calon gubernur diharapkan dapat menawarkan solusi konkret dan visi yang jelas untuk kemajuan ibu kota dan masyarakatnya.
Diketahui, ada tiga bakal pasangan calon yang telah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta. Mereka adalah Ridwan Kamil-Suswono yang disokong KIM Plus, Pramono Anung-Rano Karno yang diusung PDIP, dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana bapaslon independen.
Setiap pasangan membawa visi dan misi yang berbeda untuk ibu kota, menjadikan kontestasi ini semakin menarik.
Penulis: Purba Handayaningrat


