Burung Garuda adalah lambang negara Indonesia. Sejak kecil usia dini, anak-anak sudah mengenal burung garuda melalui foto atau lambang yang dipasang di bagian depan kelas.
Sosoknya gagah, menunjukkan kekuatan dan tekad yang kuat. Paling sering menjadi bahasan adalah bulu atau jambul yang tumbuh di kepala bagian belakangnya.
Di sisi lain, masyarakat Indonesia juga akrab dengan elang. Namun, lazimnya elang tak memiliki jambul di belakang kepalanya. Bulu kepalanya mulus, tanpa kehilangan kesan keperkasaannya sebagai top predator angkasa.
Pertanyaannya kemudian, apakah burung garuda benar-benar ada di dunia? Apabila ada, di mana habitatnya?
Sebelum membahasnya, mari kita ketahui dahulu bagaimana sejarah Burung Garuda jadi lambang negara.
Riwayat Burung Garuda

Garuda diyakini berasal dari Bahasa Sansakerta. Garuda merupakan makhluk mitologis dalam beberapa agama.
Melansir museumnasional.or.id, garuda merupakan kendaraan atau wahana dari Dewa Wisnu dalam agama Hindu. Wujudnya digambarkan dengan tubuh manusia dan wajahnya seperti burung.
Garuda melambangkan pikiran, sehingga keberadaannya bersama Dewa Wisnu menjelaskan bahwa di dunia tidak ada hal yang lebih cepat dari pikiran. Selain itu, Garuda menyimbolkan matahari atau surya, seperti halnya dengan Dewa Wisnu yang disetarakan dengan matahari.
Upaya Dewa Wisnu melakukan Triwikrama, yakni tiga langkah menguasai dunia, dianggap mewakili perjalanan matahari mengedari bumi: terbit, kumulasi, dan terbenam.
Berdasarkan catatan sejarah, Garuda digunakan sebagai lambang kerajaan Airlangga di abad ke-11 Masehi. Lambang Garuda tersebut dipahatkan di bagian puncak prasasti-prasasti yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Airlangga.
Simbol itu pun populer dengan sebutan Garudamukha Lancana. Lancana ini pun dipakai oleh kerajaan Janggala, yaitu raja Garasakan, Alanjung Ahyes dan Samarotsaha yang menganggap penerus kerajaan Airlangga.
Riwayat Garuda jadi Lambang Negara
Pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia, tepatnya 16 November 1945, dibentuklah Panitia Indonesia Raya untuk mempersiapkan dan menampung saran terkait gagasan lambang negara. Lambang negara ini pun harus sesuai dengan Pancasila sebagai dasar negara.
Panitia ini diketuai oleh Muhammad Yamin, Ki Hajar Dewantara sebagai sekretaris, dan anggota lainnya seperti M. A. Pellaupessy, Moh. Natsir, dan R. M. Ng. Purbatjaraka. Langkah awal yang dilakukan yakni dengan menyelidiki arti lambang-lambang dalam peradaban bangsa Indonesia.
Panitia mengumpulkan gambar-gambar figur garuda yang terdapat pada kepurbakalaan Hindu-Buddha di Pulau Jawa dalam melakukan pendataan.
Rancangan gambar Garuda yang sedang mencengkeram sebuah perisai diusulkan oleh Sultan Hamid II. Arca Garuda Wisnu yang ditemukan di Trawas, Jawa Timur menjadi salah satu inspirasi pembuatan lambang negara. Rancangan ini pun dipilih oleh Presiden Soekarno sebagai lambang negara Indonesia.
Rancangan ini direvisi beberapa kali untuk menyempurnakannya, termasuk oleh sang Presiden dan juga digambar ulang oleh pelukis nasional Dullah. Hingga akhirnya, sketsa final dimasukkan dalam Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951 pada tanggal 17 Oktober 1951.
Apakah Garuda Benar-Benar Ada, di Mana Habitatnya?

Di luar latar belakang garuda sebagai lambang sejumlah kerajaan masa silam, sosok garuda dalam dunia nyata ternyata memang benar-benar ada.
Spesies tersebut yakni elang Jawa yang identik dengan Burung Garuda. Sosoknya serupa, nyaris tanpa perbedaan.
Melansir laman Taman Nasional Meru Betiri, Elang jawa adalah spesies burung endemik di Pulau Jawa (Andrew, 1992; Ferguson-Lees & Christie, 2001). Sebagai salah satu satwa endemik di Pulau Jawa, spesies ini termasuk yang menghadapi risiko kepunahan karena berkurangnya habitat yang telah banyak berubah peruntukannya dan masih maraknya perburuan untuk perdagangan satwa (Sözer et al., 1998).
Spesies burung ini masih dapat dijumpai di blok-blok hutan yang masih tersisa di daerah pegunungan. Spesies ini dikategorikan ke dalam satwa “terancam punah” di Buku Data Merah (BirdLife International, 2001).

Spesies burung yang sangat karismatik ini dapat mewakili contoh sehatnya habitat dan ekosistem hutan dan nilai penting keanekaragaman hayati di Jawa. Keadaan ini oleh pemerintah telah mendapat perhatian dengan adanya perlindungan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999.
“Sedangkan IUCN memasukkan burung ini dalam kategori endangered species,” demikian peringatan yang ditulis di situs merubetiri.id, dikutip Senin (19/8/2024).
Elang jawa dianggap identik dengan lambang Negara Republik Indonesia, yaitu Garuda sehingga pada tanggal 10 Januari 1993, di era pemerintahan Soeharto, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1993 yang menetapkan satwa Elang jawa sebagai simbol nasional.
Satwa ini juga masuk daftar Appendik II Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), yang mengatur larangan seluruh perdagangan internasional tanpa adanya izin khusus.


