Raja Thailand Maha Vajiralongkorn mengesahkan Undang-Undang Kesetaraan Pernikahan. Disahkannya UU ini menjadikan Thailand sebagai negara pertama di Asia Tenggara yang mengakui pernikahan sesama jenis di mata hukum.
Setelah disahkan pada Selasa (24/9/2024) lalu, undang-undang tersebut mulai berlaku dalam 120 hari ke depan. Artinya, pasangan LGBTQ+ akan dapat mendaftarkan pernikahannya mulai Januari 2025. Dengan begitu, Thailand akan menjadi negara ketiga di Asia yang melegalkan pernikahan sesama jenis.
Melansir laman NBC News, Rabu (25/9/2024), rancangan UU mengenai kesetaraan gender dalam pernikahan itu memang hanya menunggu persetujuan dan dukungan kerajaan.
UU itu mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Komersial negara tersebut dengan menggunakan kata-kata netral seperti ‘individu’ dan bukan mengarah pada gender spesifik ‘laki-laki’ dan ‘perempuan’.
RUU itu awalnya telah disetujui banyak legislator tahun ini. Aturan baru ini memberi pasangan suami-istri hak hukum, finansial, dan kesehatan penuh tanpa memandang gender.
“Selamat atas cinta semua orang,” kata Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra dalam sebuah postingan di X dengan tagar #LoveWins.
Thailand, salah satu tujuan wisata paling populer di Asia, memang terkenal dengan toleransi dan kehidupan sosial LGBTQ yang dinamis. Meski begitu, negara kerajaan ini masih mempertahankan nilai-nilai sosial konservatif yang menjadikan pengesahan undang-undang tersebut menjadi perjuangan yang sulit bagi para aktivis dan menelan waktu selama bertahun-tahun.
Advokat LGBTQ sekaligus dosen hukum di Universitas Mae Fah Luang, Nada Chaiyajit mengatakan, menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mencapai kesetaraan (gender) dalam pernikahan merupakan hal yang sangat berarti bagi Thailand.
“Kami berhasil menunjukkan bahwa keberagaman berarti keberagaman, dan pemerintah mendengarkan suara masyarakat. Kami siap membangun masyarakat inklusif di mana setiap orang dapat membentuk keluarga, tanpa memandang identitas gender, orientasi seksual, dan lain-lain,” kata Nada.
Meskipun undang-undang mengizinkan pasangan sesama jenis yang menikah untuk mengadopsi anak, kata ‘ayah’ dan ‘ibu’ belum diubah menjadi ‘orang tua’ dalam aturan tersebut. Menunjukkan sebutan yang netral merupakan tujuan selanjutnya dari undang-undang tersebut yang ditargetkan dapat berubah dalam lima tahun ke depan.
Sebagai informasi, Taiwan adalah negara pertama di Asia yang mengizinkan pernikahan sesama jenis pada tahun 2019, diikuti Nepal dari Asia selatan, tahun lalu. Taiwan, negara demokrasi dengan pemerintahan sendiri yang diklaim Beijing sebagai wilayahnya, pekan lalu mengatakan bahwa pasangan Tionghoa Taiwan kini juga bisa secara hukum mendaftarkan pernikahan lintas selat di pulau tersebut.
Penulis: Amelie Fabiola


