Masyarakat Indonesia memiliki warisan budaya yang diakui dunia. Adalah batik yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada 2009.
Batik pertama kali diperkenalkan ke dunia oleh Presiden Soeharto saat mengikuti konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada 4 September 2008, batik Indonesia didaftarkan untuk mendapatkan status Intangible Cultural Heritage (ICH) melalui UNESCO.
Pengajuan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi diterima secara resmi oleh UNESCO pada 9 Januari 2009. Kemudian UNESCO menetapkan batik sebagai Warisan Budaya Tak Benda dalam sidang ke-4 Komite Antar-Pemerintah di Abu Dhabi pada 2 Oktober 2009.
Pengakuan UNESCO ini menjadi dasar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 33 Tahun 2009. Keppres yang ditandatangani pada 17 November 2009 menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional.
Berdasarkan Keppres tersebut, Kementerian Dalam Negeri menerbitkan surat edaran yang mengimbau seluruh pegawai pemerintah di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten untuk mengenakan batik setiap Hari Batik Nasional. Hingga saat ini, imbauan tersebut masih berlaku.
Kita dapat melihat dimulai tingkat sekolah kompak mengenakan batik dengan beragam corak untuk memperingati Hari Batik Nasional. Tidak hanya itu, batik juga dikenakan sebagai salah satu seragam yang digunakan seminggu sekali. Hal ini untuk memupuk rasa cinta generasi bangsa terhadap warisan budaya.
Sejarah Batik Indonesia

Jika menilik ke belakang, sejarah batik Indonesia tidak lepas dari penyebaran Islam di Jawa. Mengutip laman itjen.kemdikbud.go.id, batik mulai dikembangkan di era Kerajaan Mataram yang kemudian berlanjut di masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.
Awalnya, batik hanya digunakan dalam keraton untuk pakaian para raja dan keluarganya. Seiring berjalannya waktu, batik diproduksi oleh masyarakat umum yang mengenakannya pun tidak hanya orang keraton.
Banyak daerah yang menjadi pusat batik di Jawa adalah daerah-daerah santri. Salah satu daerah yang sejarah batiknya erat dengan perkembangan Islam dan kerajaan-kerajaan terdahulu adalah Ponorogo, Jawa Timur.
Masuknya batik ke Ponorogo berawal dari Keraton Solo. Itu terjadi semenjak putri Keraton Solo menikah dengan Kiai Hasan Basri, seorang pengasuh pesantren di Tegalsari, Ponorogo.
Awalnya seni batik hanya terbatas dalam lingkungan Keraton Solo. Setelah putri Keraton Solo menikah dengan pengasuh pesantren di Tegalsari bernama Kiai Hasan Basri, karya seni batik pun bisa dibawa keluar keraton menuju Ponorogo.
Pemuda-pemuda yang dididik di Tegalsari menyumbangkan ilmu membatiknya di bidang-bidang kepamongan dan agama, sehingga seni batik mulai dikenal lebih luas.
Penulis: Mustami


