Mantan Perdana Menteri Israel Ehud Barak mengatakan dalam sebuah wawancara, sudah sangat terlambat untuk menghentikan ambisi nuklir Teheran, dan kemungkinan besar akan terjadi serangan ‘besar-besaran’ terhadap fasilitas minyak Iran.
Israel disebut akan melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap industri minyak Iran.
Barak juga memprediksi kemungkinan serangan simbolis pada sasaran militer yang berkaitan dengan program nuklir Iran.
Dia yakin militer Israel segera membalas serangan Iran berupa lebih dari 180 rudal balistik yang diluncurkan ke negerinya pada Selasa (1/10/2024). Meski sebagian besar rudal dapat disangkal tapi beberapa proyektil mendarat di sekitar daerah padat penduduk dan pangkalan militer Israel.
“Israel memiliki kebutuhan mendesak, bahkan keharusan, untuk membalas (serangan Iran). Saya pikir tidak ada negara berdaulat manapun di dunia ini yang tidak akan membalas,” kata Barak dalam sebuah wawancara.
Mantan perdana menteri yang juga pernah menjabat sebagai menteri pertahanan dan kepala staf militer ini mengatakan, serangan balasan Israel dapat terlihat pada Minggu saat militer Israel menyerang fasilitas minyak, pembangkit listrik, dan dermaga yang dikuasai Houthi di pelabuhan Hodeidah, Yaman. Serangan itu terjadi sehari setelah kelompok Houthi menembakkan rudal ke bandara internasional Israel, di luar Tel Aviv.
“Saya rasa kita mungkin melihat hal seperti itu. Ini mungkin merupakan serangan besar-besaran, dan bisa terulang lebih dari satu kali,” katanya.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan, ada diskusi di Washington mengenai kemungkinan serangan Israel terhadap sektor minyak Iran, namun tidak memberikan rincian atau penjelasan apakah AS akan mendukung serangan semacam itu.
Barak, yang kini berusia 82 tahun, mengatakan ada juga usulan dari Israel agar memanfaatkan kesempatan ini, sebagai pembalasan atas serangan Iran. Balasan dapat dilakukan untuk mengebom fasilitas nuklir Iran, meski menurutnya, itu tidak akan menghambat program Iran secara signifikan.
Sebagai informasi, saat Barak menjabat sebagai menteri pertahanan dari 2007 hingga 2013, di bawah kepemimpinan Ehud Olmert dan Benjamin Netanyahu, dia adalah salah satu pendukung Israel yang paling gencar mengebom fasilitas nuklir Iran. Ia juga mencoba tapi gagal meyakinkan presiden George Bush dan kemudian Barack Obama, untuk berkontribusi ke militer AS.
Penulis: Amelie Fabiola


