Sudah beberapa kali terjadi, seseorang dianggap telah menistakan agama tertentu. Yang terbaru seorang selebgram di Medan ditangkap polisi dan telah menjadi tersangka. Dia dituduh telah menghina Yesus dengan menyuruhnya memotong rambut.
Video itu viral dan warganet marah. Akhirnya pelaku ditangkap polisi dan dijadikan tersangka.
Ironisnya, pada saat yang sama, banyak orang yang melakukan tindakan jauh lebih merusak nilai-nilai agama namun dianggap sebuah kejahatan biasa saja, yakni para koruptor yang maling uang rakyat.
Koruptor adalah musuh terbesar agama. Mereka secara sadar, terencana dan terang-terangan melanggar hukum agama, mengkhianati amanah rakyat dan merusak kehidupan sosial. Mereka yang diangkat menjadi pejabat sudah barang tentu mengucap sumpah dan janji mengatasnamakan Tuhan.
Dengan topeng agama, mereka mencuri uang orang-orang miskin tak berdaya, menindas kaum lemah, dan menghancurkan masa depan bangsa. Mereka juga munafik, menyamar jadi orang baik-baik dengan berpenampilan religius dan berperilaku agamis tapi diam-diam melakukan kejahatan.
Korupsi bukan sekadar kejahatan finansial. Korupsi adalah pengkhianatan terhadap nilai-nilai agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia. Setiap agama di Indonesia baik itu Budha, Hindu, Islam, Kristen, Katolik, Khong Hu Chu dan keyakinan lainnya, mengajarkan kejujuran, keadilan, dan rasa tanggung jawab. Koruptor melanggar semua prinsip ini.
Pandangan Agama terhadap Korupsi
Dalam Islam, korupsi termasuk dosa besar. Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya bersabda:
“Siapa saja yang kami tugaskan suatu pekerjaan dan telah kami sediakan rizki untuknya, maka apapun yang diambil lebih dari itu adalah korupsi.” (HR Abu Daud)
Begitu pula dalam ajaran Kristen. Di dalam Alkitab, Korintus 6:10 dengan tegas menyebutkan bahwa pencuri tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Pencuri dalam konteks ini bisa diartikan sebagai siapa pun yang mengambil hak orang lain secara tidak sah, termasuk koruptor.
Agama Hindu juga memiliki ajaran yang tegas tentang hal ini. Prinsip Dharma yang sangat dihormati dalam agama Hindu mengharuskan setiap individu untuk hidup secara benar dan adil. Korupsi adalah tindakan adharma yang bertentangan dengan nilai kebenaran dan Kebajikan.
Begitu pula dalam agama Buddha yang sangat menjunjung tinggi moralitas, dengan larangan keras terhadap tindakan mencuri atau mengambil sesuatu yang bukan haknya. Di Agama Budha, korupsi dipandang sebagai keserakahan dan kebodohan batin.
Jadi, siapa sebenarnya penista agama, jawabannya jelas: koruptor. Mereka tidak hanya melanggar hukum negara, tetapi juga melanggar perintah Tuhan dan menghina nilai-nilai luhur yang dipegang teguh oleh penganut kepercayaan.
Masalah yang Lebih Serius
Korupsi di Indonesia telah menjadi masalah yang sangat serius. Transparency International, dalam laporan Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2023, menempatkan Indonesia pada peringkat 96 dari 180 negara, dengan skor 34 dari 100.
Artinya semakin rendah skornya, semakin buruk persepsi korupsi di negara tersebut. Ini menunjukkan bahwa korupsi di Indonesia masih sangat merajalela.
Banyak contoh kasus korupsi yang terjadi di negeri tercinta kita ini. Misalnya korupsi di pertambangan. Mahfud MD pernah menyatakan bahwa jika korupsi di sektor pertambangan dihapus, maka setiap orang di Indonesia bisa mendapatkan Rp20 juta per bulan secara gratis. Andai ini benar, kita (kita?) tak perlu bekerja, berangkat pagi pulang petang dengan besaran gaji paling minim sesuai wilayah.
Jadi efek korupsi itu sangat merusak. Tapi kenapa kita tak pernah begitu mempermasalahkan. Bahkan demo yang menuntut para koruptor minta maaf pun belum pernah ada.
Anehnya di negeri kita tercinta, para narapidana kasus korupsi ini hanya mendapat hukuman ringan. Bahkan masih mendapatkan remisi pada hari-hari besar tertentu. Jika bebas pun masih bisa mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Tragisnya, masih ada juga yang milih.
Sementara di negara seperti Tiongkok, Vietnam, Korea Utara Irak, Thailand menerapakan hukuman berat untuk para koruptor: Dibunuh!.
Nyaris pada semua kasus, para koruptor ini menggunakan kedudukan dan kekuasaannya untuk mencuri uang rakyat. Mereka tidak peduli dengan penderitaan orang lain, terutama rakyat kecil. Ini adalah bentuk penistaan terhadap kemanusiaan, yang merupakan inti dari ajaran agama apa pun.
Orang yang menghina kitab suci, tindakannya memang tidak bisa dibenarkan karena menyinggung perasaan umat yang bersangkutan namun sering kali tidak memiliki dampak langsung yang besar terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat.
Koruptor Jauh Lebih Berbahaya
Tindakan koruptor jauh lebih berbahaya dan merusak. Mereka tidak hanya menghina agama secara simbolis; mereka secara nyata menghancurkan kehidupan jutaan orang.
Setiap rupiah yang dicuri oleh koruptor adalah hak rakyat yang dirampas. Uang yang seharusnya digunakan untuk membangun sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur malah masuk ke kantong-kantong pribadi para koruptor.
Korupsi dana bansos misalnya, para koruptor mencuri uang orang-orang yang sangat membutuhkan bantuan. Ini bukan sekadar penghinaan; ini adalah kejahatan besar yang merampas hak hidup orang lain. Setiap agama pasti akan mengutuk keras tindakan ini.
Korupsi juga merusak tatanan moral dan sosial masyarakat. Ketika pejabat tinggi atau politikus yang seharusnya menjadi teladan justru terjebak dalam kasus korupsi, rakyat kehilangan kepercayaan.
Mereka melihat bahwa hukum hanya berlaku untuk rakyat kecil, sementara para elit bisa dengan mudah menghindari hukuman.
Contoh paling nyata adalah ketika para koruptor bisa tetap hidup nyaman setelah mencuri uang miliaran rupiah, sementara seorang petani atau pedagang kecil bisa dipenjara karena mencuri sekedar untuk bertahan hidup.
Ini adalah bentuk ketidakadilan dan penghinaan terhadap nilai-nilai keadilan yang diajarkan oleh agama.
Berlindung di Balik Simbol Agama
Salah satu hal yang paling menjengkelkan adalah kemunafikan para koruptor. Banyak dari mereka yang masih berani menggunakan simbol-simbol agama untuk membela diri atau bahkan mendapatkan dukungan.
Mereka tampil di depan publik sebagai orang-orang religius, berdoa di tempat-tempat ibadah, dan berusaha mencitrakan diri sebagai pemimpin yang taat.
Namun, tindakan mereka berbicara sebaliknya. Di balik topeng religiusitas ini, mereka dengan rakus mencuri uang rakyat. Mereka tidak hanya menipu rakyat, tetapi juga merendahkan agama yang dia yakini.
Koruptor adalah contoh paling nyata dari kemunafikan yang sesungguhnya, orang yang menggunakan agama untuk menutupi kebobrokan moralnya. Dan ketika ditangkap pun, masih banyak yang berusaha ngeles tak punya malu.
Jika kita serius ingin melindungi agama dari penghinaan, maka kita harus mengecam koruptori lebih keras. Korupsi adalah ancaman yang jauh lebih berbahaya terhadap agama dan masyarakat.
Sudah saatnya kita semua keras mengecam korupsi sebagai tindakan penistaan agama yang sebenarnya. Korupsi merusak masyarakat dari dalam, menghancurkan moralitas, dan menimbulkan penderitaan bagi jutaan orang. Para koruptor inilah yang seharusnya menjadi target utama kemarahan warga, bukan hanya orang-orang yang dianggap menistakan agama seperti selama ini.
Sebagai negara paling religius di dunia, mestinya tidak ada koruptor di Indonesia.