Peristiwa perampokan disertai penganiayaan dan pembunuhan yang terjadi di Desa Cimayang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat beberapa hari lalu ternyata bukan karena efek pamer kemewahan “home tour” di media sosial. Tapi karena soal utang piutang.
Sang pembunuh jengkel karena terus ditagih sama korban. Karena merasa tidak mampu membayar, muncul ide untuk menghabisi korban dan mengambil harta benda berharga di rumah itu.
Soal utang ternyata bisa setragis itu. Karena soal utang-piutang, nyawa bisa melayang. Padahal antara pembunuh dan korbannya saling kenal alias berteman.
Mayoritas dari kita pasti pernah terlibat dalam soal utang piutang ini, baik sebagai orang yang meminjam atau pun yang dipinjami. Namun masalah yang sering tereksposes di mana-mana adalah soal peminjam atau pengutang yang tidak membayar tepat waktu, atau bahkan lupa, pura-pura lupa atau sengaja melupakan.
Padahal orang-orang yang sudah berkenan meminjamkan sejumlah uang ini kadang juga tidak punya uang lebih banyak. Orang-orang baik seperti itu niatnya hanya ingin membantu meringankan beban teman yang sedang membutuhkan uang. Namun kadang hal ini dipahami sebaliknya.
Meminjamkan uang kepada teman adalah tindakan mulia, dengan harapan persahabatan akan tetap utuh dan makin kuat. Namun, ketika waktu pembayaran molor, tidak tepat waktu atau bahkan melupakan, diam-diam nilai-nilai perkawanan itu mulai tergerus.
Cara Elegan Menagih
Apalagi kalau dia secara terang-terangan memposting video, foto sedang jalan-jalan, makan-makan, belanja-belanja, ketawa-ketawa seolah dunianya baik-baik saja. Ada yang janggal memang, namun sabar dulu aja.
Mungkin dia benar-benar lupa tanggungjawabnya untuk mengembalikan uang yang pernah dia pinjam. Karena jumlahnya yang dianggap terlalu sedikit baginya. Kedua karena masalah utangnya ke kita dianggap tidak penting, bukan prioritas utama.
Yang paling menantang tentunya adalah bagaimana caranya kita menagih secepatnya tanpa merusak persahabatan yang sudah berlangsung sekian lama
Jika ditunda juga hanya malah akan memperburuk keadaan. Cukup rumit memang.
Salah satu cara untuk menagih utang dengan elegan adalah bekomunikasi langsung dengan teman pengutang secara terbuka dan jujur. Namun sebisa mungkin tidak menyinggung perasaan, menyalahkan atau menyerang.
Dari cerita yang beredar, banyak yang waktu menagih hutang malah mendapatkan respon yang tidak menyenangkan. Seperti cerita seorang pekerja di Jakarta ini. Sebut saja namanya Cillian.
Pada suatu sore, salah satu co-workernya mendekati mejanya. Setengah berbisik, ia mengatakan ayahnya yang berada di Riau sakit keras. Ia harus pulang. Saat ini posisinya sedang tidak punya uang. Cillian menyarankan beli tiket pakai pay later. Ia menolak, akunnya sudah diblokir.
Terjadi di Semua Kalangan
Dengan memelas, ia meminta bantuan. Dia berjanji akan mencicil utangnya setiap bulan. Dia bercerita punya sebidang tanah yang bisa dipakai jaminan utang. Dia akan menjualnya sewaktu-waktu jika dia sampai tak mampu mengembalikan pinjaman.
Dengan alasan kemanusiaan ia pun meminjamkan sejumlah uang. Bisa dibilang nilai nominalnya besar untuk ukurannya. Tapi bukankah menolong teman itu mulia? Tanpa pikir panjang ia pun menstransfer sejumlah uang yang diminta.
Dan ketika jatuh tempo, ia pun menghilang tak ada kabar. Dari teman, Cillian tahu dia sudah dipecat perusahaan karena tak menyelesaikan kewajiban-kewajibannya. Ciliian apes.
Namun dia tak sendiri. Ada banyak kasus orang yang berhutang tapi tidak membayar tepat waktu alias menunda-nunda, bahkan yang lebih parah ada yang memang sengaja tidak mau membayarnya.
Kasus seperti ini terjadi di semua kalangan, baik di kalangan lansia maupun anak muda, dari kelas sosial mana saja, tak tergantung pada pendidikan atau keimanan seseorang. Kalau sudah menyangkut soal uang, perilakunya agak seragam.
Ketika jatuh tempo sudah lewat dan dia tidak memberi kabar sama sekali, perlu langkah tegas untuk menyelesaikan masalah rumit ini. Rumit bagi orang yang memberikan pinjaman tapi santai saja buat para pengutang. Mereka seperti mendapat gift paus saat live di Tiktok, tidak perlu lagi usaha keras untuk bisa menikmati.
Sikap Langsung Berubah
Kenapa sikap mereka berubah hanya karena uang pinjaman? Saat mau meminjam, mulutnya manis agak lebay. Namun usai uang ditranser, seolah-olah tidak kenal lagi.
Agar uang kita tetap bisa kembali, tetap tagih dengan tone yang lebih tegas. Berikan penjelasan bahwa keteledoran yang ia lakukan berdampak buruk kepada orang lain. Misalnya uang yang dipinjamkan tersebut sebenarnya buat membayar cicilan KPR atau kebutuhan yang lain.
Jika masih enggan membayar dengan alasan macam-macam, kita masih harus tetap sopan menagih. Caranya lewat pihak ketiga, bisa minta tolong ke adik, kakak, keluarga dekat lain agar mengingatkan dia bahwa utangnya harus segera dilunasi. Tidak mempan pakai pendekatan pertemanan, bisa dicoba dengan pendekatan keyakinan atau agamanya.
Di dalam Islam ada hadits yang menyatakan bahwa orang yang sengaja berutang namun tidak mau melunasinya bisa disamakan dengan pencuri. Atau ada ayat lain yang menyatakan bahwa: “Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan utangnya hingga dia melunasinya,” (H.R. Tirmidzi).
Atau bisa menagih secara berkala lewat aplikasi pesan Whatsaap misalnya. Pastikan nomor yang dipakai sudah dikenali sama pengutang. Agar tidak langsung diblokir atau hanya diread saja tanpa merespon apa-apa. Jangan lupa tetap memakai kata-kata yang manis agar dia tidak murka. Meskipun apa yang kita lakukan itu sebetulnya wajar, jika tidak memakai cara yang tepat bisa terjadi salah paham.
Jangan Pernah Menyerah
Beberapa orang yang sudah pada level jengkel, karena uang yang dipinjam teman tak dibayar, mulai memposting kata-kata implisit yang tidak langsung ditujukan kepada yang bersangkutan. Apa yang dia lakukan ini cukup riskan, karena kalau sampai menyebut nama atau memensen akun seseorang, kita bisa diserang balik dengan pasal pencemaran nama baik.
Kita tidak mau permasalahan ini lebih runyam kan? Banyak perkawanan yang bubar akibat masalah utang piutang ini.
Tampaknya utang bisa menjadi ujian besar dalam sebuah persahabatan. Jika kedua pihak tidak bisa menangani masalah dengan kepala dingin, saling pengertian, dan komunikasi terbuka, hubungan itu bisa rusak.
Beberapa orang lebih suka menyerah, tidak mau repot-repot menagih lagi. Mereka memutuskan mengikhlaskan uangnya (kalau jumlahnya kecil). Otomatis, persahabatan terputus karena tak ada lagi komunikasi. Karena tidak mungkin si peminjam uang akan merasa bersalah dan enggan menyambuung komunikasi lagi. Padahal sebenarnya si peminjam tidak bermaksud memutus persahabatan, hanya saja energinya untuk mengurus teman yang berkhianat itu sudah habis.
Jadi sebaiknya berpikir seribu kali sebelum meminjamkan uang kepada teman. Apalagi uang tersebut bukan “uang mati”. Karena tidak ada jaminan uang itu bisa kembali tepat waktu. Atau memang tidak usah meminjamkan uang ke teman yang pada akhirnya malah menyusahkan diri sendiri. Dan jangan lupa tetaplah rajin menagih. Jangan menyerah.
Kalian punya cerita menarik soal utang piutang ini, silakan sampaikan di kolom komentar.