Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang akan diumumkan pada 10 Oktober 2024 diprediksi menjadi momen pentinng yang menentukan nasib Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden terpilih periode 2024–2029.
Gugatan yang diajukan oleh PDI Perjuangan (PDIP) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait pencalonan Gibran sebagai cawapres pada Pemilu 2024 menjadi titik fokus dalam pertarungan hukum ini.
PTUN memiliki potensi besar untuk mengubah jalannya proses politik di Indonesia, khususnya bagi putra sulung Presiden Joko Widodo ini, yang tengah bersiap untuk dilantik bersama Prabowo Subianto pada 20 Oktober 2024. Gibran berada di ujung tanduk.
Menurut Feri Amsari, pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, jika PTUN mengabulkan gugatan PDIP, pencalonan Gibran akan dianggap cacat administrasi, yang pada akhirnya menggagalkan pelantikannya sebagai Wapres.
“Proses pencalonan Gibran akan dianggap tidak sah, dan hal ini akan berdampak pada pelantikannya sebagai Wapres,” ujar Feri awal Oktober 2024, lalu. Meski demikian, jalur hukum belum sepenuhnya tertutup bagi Gibran, karena tim hukumnya dapat melakukan banding atas putusan PTUN tersebut, yang kemungkinan akan memperpanjang proses sengketa ini.
Dampak Jangka Panjang Putusan PTUN
Pengamat hukum tata negara, Feri Amsari memandang putusan PTUN ini bisa menjadi langkah awal dari perdebatan panjang soal keabsahan proses pemilu.
Jika putusan PTUN menolak pencalonan Gibran, hal ini bisa memicu perdebatan lebih lanjut, terutama terkait ketidakpastian hukum yang mengelilingi status Gibran.
“Banding akan menimbulkan pertanyaan publik terkait jalannya tata negara. Jika di tingkat selanjutnya putusan tetap sama, masalah bisa memanjang hingga kasasi,” tambahnya.
Lebih lanjut, Feri mengemukakan bahwa Prabowo Subianto, sebagai Presiden terpilih, akan memiliki kewenangan untuk mengajukan dua nama ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk menggantikan Gibran jika putusan PTUN menegaskan ketidakabsahannya sebagai calon Wapres.
Proses Pemilu Sudah Selesai?
Aan Eko Widiarto, Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, menilai bahwa secara kompetensi, perkara Pemilu, terutama sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU) dan administrasi sengketa, seharusnya sudah selesai di Mahkamah Konstitusi (MK) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
PTUN dianggap tidak memiliki yurisdiksi untuk menangani masalah yang berkaitan dengan hasil pemilu.
“Prediksi saya, gugatan ini tidak akan diterima PTUN jika menyangkut perselisihan hasil atau administrasi pemilu,” ujar Aan pada 7 Oktober 2024.
Namun, Aan menekankan bahwa setelah Gibran dilantik, jika putusan hukum baru muncul, masih ada potensi untuk melakukan pemakzulan (impeachment) melalui jalur MK. Hal ini sesuai dengan ketentuan UUD 1945.
“Setelah pelantikan, proses hukum lainnya masih terbuka, terutama jika ada kesalahan yang ditemukan dalam masa jabatan Gibran,” tambah Aan.
Di sisi lain, tim hukum KPU, yang dipimpin oleh Saleh, menyatakan optimisme bahwa gugatan PDIP di PTUN tidak akan berhasil. Menurutnya, keputusan MK terkait perselisihan hasil pemilu sudah final dan mengikat, dan PTUN tidak berwenang untuk membatalkan putusan tersebut.
“PTUN tidak berwenang mengadili perkara yang sudah diputuskan oleh MK,” kata Saleh.
Kata Mahfud Md dan Sufmi Dasco
Sementara itu, mantan Ketua MK, Mahfud MD, mengungkapkan keraguannya terhadap hasil PTUN. Mahfud pesimistis bahwa PTUN akan mengabulkan gugatan PDIP, meskipun dia mengakui bahwa dinamika persoalan hukum terkait Gibran akan terus berlanjut setelah pelantikan.
“Saya pesimis PTUN bisa membatalkan pencalonan Gibran, tetapi masalah hukum mungkin akan muncul setelah pelantikan,” ujar Mahfud.
Terlepas dari sengketa hukum yang tengah berlangsung, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad memastikan bahwa pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih akan tetap dilaksanakan pada 20 Oktober 2024.
Dukungan dari Ketua MPR Ahmad Muzani juga mendorong agar proses pelantikan berjalan lancar, meskipun masih ada persoalan hukum yang belum terselesaikan.
Putusan PTUN ini menjadi penentu masa depan Gibran, baik sebagai sosok yang siap menduduki kursi Wakil Presiden atau terhambat oleh persoalan hukum yang rumit. Semua mata tertuju pada pengadilan, menunggu apa yang akan terjadi pada 10 Oktober 2024, dan bagaimana dinamika politik Indonesia akan berubah setelah itu.
Penulis: Purba Handayaningrat


