Kapan kalian terakhir berbelanja dengan uang tunai? Hari ini kita tak perlu lagi kemana-mana membawa dompet tebal berisi uang tunai. Selain ribet juga berisiko hilang, entah jatuh atau dimaling pencoleng.
Teknologi telah mengubah cara kita bertransaksi. Sekarang menjadi lebih mudah membayar barang belanjaan, tagihan-tagihan, cicilan utang ataupun berdonasi hanya dengan sekali klik via ponsel. Prosesnya pun real time.
Namun dibalik kemudahan, selalu ada bahaya mengancam. Ancaman itu bukan saja datang dari luar namun yang lebih parah berasal dari diri kita sendiri, yakni perilaku konsumtif.
Kita, terutama Gen Z yang tumbuh di era media sosial, tak bisa lepas dari paparan konten iklan, review produk di berbagai platform mulai dari Instagram, X, Youtube, Thread dan Tiktok.
Kita sering kali tergoda tren baru atau produk yang sedang viral, karena media sosial menampilkan gaya hidup selebgram yang terlihat wow dan mewah.
Tanpa sadar konten tersebut mempengaruhi perilaku konsumtif kita. Apalagi jika di sekitar kita, keluarga, teman, tetangga membeli produk tertentu, kita cenderung merasa perlu ikut-ikutan agar tidak dianggap ketinggalan tren.
Rasa takut dibilang tidak tren ini yang mendorong belanja impulsif, terutama untuk produk yang sedang hype atau edisi terbatas.
Sarana Pelampiasan Stres
Bagi sebagian orang, belanja juga bisa menjadi sarana pelampiasan stres. Sering kali belanja menjadi solusi untuk menghadapi kejenuhan, kebosanan, atau perasaan tidak puas.
Aktivitas belanja dapat memberikan dorongan emosional sesaat yang membuat merasa lebih baik. Ketika mood mereka sedang buruk, scrolling di aplikasi belanja dan membeli barang dapat memberikan kepuasan instan.
Seperti temanku yang suka belanja. Ketika ditanya kenapa, dia menjawab getir, karena mencari uang itu sudah mikir, masak ngeluarinya harus mikir juga, capek kan?
Dengan adanya teknologi cashless dan dompet digital, kita semakin mudah melakukan transaksi tanpa harus berpikir panjang. Pembelian bisa dilakukan hanya dengan beberapa kali klik, tanpa perlu merasakan kehilangan uang secara fisik. Hal ini mendorong perilaku belanja impulsif karena proses pembelian terasa lebih cepat dan tidak “terasa” mengeluarkan uang.
Ditambah dengan adanya “teror” promosi besar-besaran seperti diskon kilat, voucher gtaris, cashback, gratis ongkir dan penawaran khusus sering kali memicu perilaku belanja impulsif. Waktu belanja pun kini bisa kapan saja, karena toko online tak mengenal jam buka-tutup.
Platform belanja online memang secara rutin memberikan promosi tanggal kembar, pay day atau pada momen spesial yang membuat Gen Z merasa terburu-buru untuk memanfaatkan kesempatan tersebut. Alhasil, mereka membeli barang hanya karena tergoda diskon bukan karena memang benar-benar membutuhkan.
Gen Z Suka Bereksperimen
Gen Z dikenal sebagai generasi yang sangat terbuka terhadap perubahan dan selalu ingin mencoba hal-hal baru. Mereka lebih suka bereksperimen dengan produk baru, mulai dari mode, gadget, hingga makanan.
Sifat ini sering kali mendorong mereka untuk membeli barang-barang yang menarik perhatian secara impulsif, tanpa perencanaan sebelumnya.
Dan ini yang kurang disadari oleh mereka, pengaruh algoritma. Algoritma yang digunakan oleh platform belanja online dan media sosial semakin canggih. Mereka merekam semua “perjalanan” kita sehingga platform bisa mengarahkanke produk yang relevan dengan minat kita.
Kita sering mengalami ketika searching mencari sepatu misalnya, begitu kita browsing, bermunculanlah penawaran soal sepatu dari berbagai brand dan harga.
Hal lain yang menyebabkan Gen Z konsumtif adalah banyak dari mereka yang baru mulai bekerja atau masih belajar, sehingga belum memiliki perencanaan keuangan yang matang.
Mereka lebih cenderung untuk menghabiskan uang yang mereka miliki saat itu, tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya. Akibatnya, pengeluaran sering kali terjadi secara spontan dan tidak terencana.
Konsumerisme yang tak terkendali tersebut bisa menyebabkan kondisi keuangan boros. Bagaimana cara menjaga keuangan tetap stabil di tengah arus konsumsi instan yang makin tak terbendung? Di sinilah gaya hidup frugal atau frugal living hadir sebagai solusi.
Frugal Living Sebagai Solusi
Frugal living adalah gaya hidup yang menekankan pada pengeluaran secara bijak dan hemat tanpa harus mengorbankan kualitas hidup.
Berbeda dengan hidup pelit atau kikir, frugal living lebih fokus pada memilih pengeluaran yang memberikan nilai dan manfaat terbaik dalam jangka panjang.
Filosofi di balik frugal living adalah menyadari apa yang benar-benar penting, mengurangi konsumsi berlebihan, dan memaksimalkan potensi keuangan untuk kebahagiaan yang lebih stabil.
Di era cashless seperti sekarang ini gaya hidup frugal makin relevan. Dengan mempraktekkan gaya hidup frugal, kita terhindar dari jebakan gaya hidup konsumtif.
Salah satu keuntungan besar dari era cashless adalah kemudahan dalam melacak setiap transaksi. Dompet digital dan aplikasi perbankan biasanya memiliki fitur pelaporan pengeluaran yang dapat diakses secara langsung.
Dengan fitur ini kita dapat melihat perubahan jumlah uang keluar, kategori pengeluaran apa yang terlalu besar, dan di mana kita bisa berhemat.
Terkadang, kita terjebak dalam kebiasaan kecil yang tak terasa, seperti membeli koin di Tiktok untuk nge-gift Tiktoker yang sedang live atau berlangganan berbagai layanan aplikasi yang sebenarnya tidak selalu digunakan.
Dengan melacak pengeluaran secara rinci, kita bisa mulai menyusun strategi untuk mengurangi pengeluaran yang tidak perlu tanpa harus merasa kekurangan.
Bukan Soal Harga Barang Murah
Frugal living bukan sekadar soal mencari barang murah. Namun kita lebih mementingkan nilai dan kualitas daripada sekadar harga yang lebih rendah.
Artinya, membeli produk dengan harga lebih tinggi tapi awet dan tahan lama bisa jadi pilihan yang lebih hemat dalam jangka panjang dibandingkan membeli barang murah yang cepat rusak.
Misalnya selama ini kita lebih suka membeli baju banyak dengan harga biasa. Gaya hidup frugal lebih memilih membeli baju sedikit tapi kualitasnya baik sehingga bisa bertahan lama. Bukan baju pabrikan yang diproduksi massal yang berpotensi menghasilkan sampah fashion
Di era cashless, kita bisa memanfaatkan review produk online, membandingkan harga, serta melihat pengalaman pengguna sebelum membeli barang. Ini memberikan kita kesempatan untuk menjadi pembeli yang lebih cerdas dan tidak terjebak dalam godaan diskon semata.
Sependek pengalaman saya sebagai pembeli, barang diskon itu sebenarnya lebih boros. Karena barang-barang diskonan, biasanya memang bukan barang yang sempurna. Entah barang reject-an, stok lama, tanggal expired-nya sudah dekat atau bahkan harganya sudah dinaikan lebih dulu sebelum di diskon.
Cashless membuat segala sesuatu lebih praktis, cepat dan mudah. Dengan hanya menempelkan kartu atau menggeser layar, kita bisa membeli barang dalam sekejap. Di sinilah pentingnya memiliki mindset frugal living—mengutamakan kesadaran sebelum melakukan pembelian.
Misalnya, ketika ada diskon besar-besaran online, sebelum terburu-buru membeli, tanyakan pada diri sendiri: “Apakah ini benar-benar saya butuhkan atau hanya karena tergiur potongan harga?”
Bebas Finansial
Pertanyaan sederhana ini dapat membantu kita membuat keputusan keuangan yang lebih baik. Atau membuat aturan sederhana seperti menunggu 24 jam sebelum melakukan pembelian juga bisa mencegah konsumsi impulsif.
Frugal living bukan berarti kita harus menghindari pengeluaran besar sama sekali. Sebaliknya, pengeluaran yang cerdas adalah bagian dari frugal living. Di era cashless ini, kita bisa memanfaatkan berbagai alat investasi digital yang menawarkan fleksibilitas dan potensi keuntungan.
Investasi reksa dana, saham, hingga menabung di bank digital dengan bunga tinggi adalah beberapa contoh bagaimana teknologi cashless dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kekayaan. Dengan disiplin menyisihkan sebagian penghasilan untuk investasi, kita dapat mencapai tujuan keuangan jangka panjang tanpa merasa tertekan.
Banyak aplikasi keuangan memungkinkan kita untuk membuat anggaran otomatis, sehingga setiap bulan pengeluaran kita sudah diatur sesuai dengan prioritas. Ini bisa menjadi cara yang sangat efektif untuk mencegah pengeluaran yang tak terkontrol.
Frugal living di era cashless bukan sekadar strategi untuk menghemat uang, tetapi juga cara untuk mencapai kebebasan finansial di tengah godaan konsumsi instan.
Melalui pendekatan ini, kita bisa menikmati gaya hidup yang lebih seimbang dan tenang secara finansial. Cashless society memberi kita akses ke berbagai alat yang dapat mempermudah pengelolaan keuangan, tetapi tetap, kuncinya ada pada kendali diri.
Gaya hidup frugal mengajarkan kita bahwa kebahagiaan tidak ditentukan oleh seberapa banyak yang kita konsumsi, melainkan seberapa bijak kita menggunakan sumber daya yang ada.