Kontroversi permintaan anggaran Rp20 triliun oleh Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengundang perhatian serius dari Komisi XIII DPR. Dalam rapat mendatang, DPR akan memanggil Pigai untuk membahas rincian usulan yang dinilai sejumlah pihak sebagai langkah yang sulit direalisasikan, terlebih setelah APBN 2025 disahkan.
Namun, Pigai mengklaim bahwa tambahan anggaran tersebut esensial untuk mendorong pembangunan program HAM skala nasional.
Ketua Komisi XIII DPR, Willy Aditya, menyatakan bahwa meski baru terbentuk, komisi berkomitmen segera menggelar rapat dengan sejumlah menteri, termasuk Menteri HAM.
“Senin pekan depan, kita akan bahas dengan Menteri Hukum, dan selanjutnya kita agendakan dengan Menteri HAM,” ungkap Willy di Kompleks Parlemen, Jakarta (23/10/2024).
Willy mengingatkan bahwa isu HAM mencakup bidang-bidang luas, dari kesehatan hingga pendidikan, yang semuanya memerlukan pendanaan yang sesuai namun realistis.
Realisasi Anggaran di Tengah Kebutuhan Nasional
Wakil Ketua Komisi XIII, Andreas Hugo Pareira, menyampaikan pandangannya terkait usulan Pigai. Menurutnya, mengajukan tambahan anggaran besar sebelum berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan adalah langkah yang kurang tepat.
“Menteri ini pada prinsipnya adalah pembantu presiden, yang harus mendiskusikan kebijakan besar dalam rapat internal,” ujar Andreas.
Ia menilai usulan tersebut juga berpotensi menabrak kebijakan efisiensi fiskal yang digagas Presiden Prabowo. Sejumlah program prioritas presiden, seperti program makan bergizi gratis untuk masyarakat, adalah bagian dari inisiatif terkait HAM yang perlu dipertimbangkan saat menentukan anggaran.
“Kita juga tidak boleh mengorbankan sektor pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur yang sama pentingnya bagi rakyat,” tambahnya.
Mimpi Ambisius Pigai
Menteri HAM Natalius Pigai menjelaskan, anggaran Rp20 triliun bukan sekadar kenaikan tanpa tujuan. Rencananya, dana tersebut akan digunakan untuk membangun Universitas HAM bertaraf internasional, pusat laboratorium HAM, serta melakukan sosialisasi HAM hingga ke tingkat desa.
“Kita ingin ada Universitas HAM di Indonesia, dengan pusat studi global, laboratorium HAM, dan jaringan pelatihan di 79 ribu desa,” ujar Pigai dalam keterangan publiknya.
Menurut Pigai, proyek ini akan menciptakan ikon baru HAM dari Indonesia yang menjadi representasi HAM global. Pigai juga menyatakan bahwa dirinya siap menjelaskan seluruh rincian ini kepada DPR.
Tanggapan Tokoh
Tokoh senior Dino Patti Djalal menyebut rencana Pigai terlalu ambisius dan tidak realistis dalam kondisi keuangan saat ini. Ia bahkan mempertanyakan efektivitas alokasi anggaran untuk proyek semacam itu.
“Menaikkan anggaran dari Rp64 miliar menjadi Rp20 triliun adalah hal yang tidak masuk akal dan dapat mengundang korupsi,” ungkap Dino melalui akun Twitter-nya.
Menanggapi kritik tersebut, Pigai menegaskan bahwa penggunaan anggaran yang diusulkannya telah melalui pertimbangan matang dan diperuntukkan bagi program HAM nasional. Ia juga mengajak Dino untuk lebih memahami HAM sebelum melontarkan kritik.
Polemik di Media Sosial, Pro dan Kontra dari Masyarakat
Di media sosial, reaksi publik atas usulan anggaran Pigai terbagi. Sebagian besar netizen mengapresiasi ambisi Pigai, tetapi menyarankan agar program HAM dijalankan secara bertahap dan sesuai prioritas.
Akun @yusdinur75 berkomentar, “Ide universitas HAM itu bagus, tapi apa prioritasnya lebih penting dibanding program kesejahteraan rakyat?”.
Sementara itu, ada juga yang mempertanyakan relevansi pembangunan Universitas HAM di tengah situasi ekonomi saat ini, seperti disampaikan oleh @CakKhum, “Rakyat butuh ekonomi kuat dulu sebelum bicara soal HAM.”
Sementara Komisi XIII DPR berupaya mengelaborasi kebutuhan dasar Kementerian HAM di bawah kepemimpinan Natalius Pigai, Ketua DPR Adies Kadir menyatakan bahwa segala kebutuhan harus dievaluasi.
“Kita lihat apakah pengajuan itu masuk akal dan bisa dibenarkan dalam kondisi fiskal kita saat ini,” ujar Adies.
Tantangan anggaran ini bukan hanya terkait efektivitas, tetapi juga dampak yang akan terjadi pada alokasi anggaran untuk kementerian dan program pemerintah lainnya. Dengan demikian, keputusan tentang alokasi anggaran Rp20 triliun akan mempertimbangkan dampak kebijakan yang lebih luas.